Blog Post No.5: Menikah

Pernah jadi perempuan yang takut untuk menikah? Aku pernah. Jauh di hari yang lalu pernikahan pernah begitu menakutkan bagiku. Saat itu aku belum memahami, bahwa menikah itu bukan semata untuk bahagia, namun untuk beribadah kepada Allah. Jangankan untuk membangun sebuah rumah tangga, untuk bangun sholat subuh 2 rakaat tepat waktu saja berat, kecuali bagi mereka yang dirahmati Allah.

Maka, apakah pantas kita merasa bahwa indahnya pernikahan itu mudah untuk digapai? Dan setiap pernikahan itu harus selalu penuh dengan kebahagian? Tentu tidak. Selayaknya ibadah yang lain, selalu ada kesulitan juga ujian yang bernilai pahala jika mampu terlewati.. semua bisa bernilai gugurnya dosa-dosa, juga naiknya derajat kita di sisi Allah–bila kita terus menerimanya sebagai ujian bukan kepedihan.

Pernikahan adalah salah satu jalan yang Allah buka lebar bagi seorang perempuan untuk menuju keindahan akhirat yang abadi. Untuk memasuki surga dari pintu yang mana saja yang mereka suka. Masha Allah, ketahuilah bahwa yang Allah tawarkan itu Surga!

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bertutur,

“إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا؛ قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ”.

Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya: “Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau”.

(HR. Ahmad dari Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu’anhu dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany).

Banyak sekali orang yang merasa bahwa tak apa masuk neraka, toh nanti diangkat juga ke surga.. kata siapa? Ada banyak sebab pembatal keislaman seseorang (bahkan tanpa seseorang itu sadari), kita perlu hadir dan duduk di majelis ilmu agar tak memahami Islam separuh di sana dan separuh di sini.

***

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”

(QS. Adz Dzariyat: 49)

Bahkan kegelapan pun, tak akan se-pekat itu terlihat bila kita menghadapinya berdua, bukan? Begitulah yang aku rasakan. Menikah membuatku tak lagi sendiri dalam menghadapi bahagia juga sedih yang kupunya. Aku merasa dicintai bahkan dalam rupaku yang paling lusuh. Aku merasa ditemani bahkan dalam amarahku yang paling menyulitkan. Juga dalam cerita-ceritaku yang paling membosankan. Pernikahan memberiku peran yang lebih jelas tentang penciptaanku, membuatku mampu mengalah tanpa perlu merasa kalah.

Pernikahan juga mengajarkanku untuk tidak egois, untuk mampu meredam amarah bukan karena aku tak tahu caranya bersikap, namun karena aku mau belajar memahami situasi. Pernikahan membuka mataku bahwa aku punya banyak sekali kekurangan yang mampu menjerumuskanku ke neraka.

Banyak yang bilang; menikahlah dengan seseorang yang mau menerimamu. Bagiku, justru aku harus mencari seseorang yang bersedia menerima segala perintah juga larangan Allah, karena dia pasti mampu menjadi pasangan yang bertanggung jawab. Bukan pasangan yang hanya bersedia menerima kekuranganku, atau mencintai ketidak sempurnaanku semata. Cinta semacam itu hanyalah sebatas dunia, dan manusia itu makhluk yang rapuh. Mudah berubah, mudah bosan, mudah lalai. Aku perlu laki-laki yang menundukkan pandangan bukan karena takut ketahuan istrinya, atau menghargai istrinya, tapi karena selalu merasa diawasi oleh Rabb-Nya.

Pernikahan menjadi berat bila semua upaya kita tujukan semata untuk makhluk, bukan untuk Dia. Berbakti untuk suami, untuk anak, untuk orang tua, bukan untuk beribada kepada Allah. Pastilah berat, melelahkan juga penuh dengan perhitungan. Cinta yang demikian akan mudah gugur begitu datang badai. Itulah cinta yang engkau tujukan semata untuk makhluk, bukan untuk Allah.

Jika kita menggantungkan harapan hanya kepadaNya, kekecewaan itu akan lebih mudah sirna. Terganti dengan keyakinan, bahwa takdir telah tertulis dan dituliskan oleh Dzat Yang Maha Sempurna. Bahwa setiap letih karena harus seharian mengasuh anak, menemani suami, bekerja, belajar, beribadah, sungguh itu tidak pantas untuk ditukar dengan Surga. Namun Allah Adalah Dzat Yang Maha Pengasih juga Penyayang. Hanya karena kebaikan juga rahmat-Nya, manusia yang lalai juga egois ini, masih memiliki kesempatan untuk berusaha mendapatkan Surga.

Dan untuk Suamiku, 4 tahun yang sungguh penuh kisah telah kita lalui. Tak perlu ada yang tahu bagaimana sedih juga bahagianya kita. Tak perlu ada yang ditunjukkan perihal apa yang dipunya atau apa yang telah kita kehilangan atasnya. Teruslah mencintaiku lewat hal-hal nyata, dan bimbinglah aku hingga bisa berada di Jannah-Nya. Cintailah aku hanya karena Allah, bukan karena yang lain. Tegurlah aku bila aku terlalu sibuk memikirkan dunia ini, terlalu tak sabaran menghadapi anak-anak kita, terlalu ceroboh dalam menutup auratku, juga ketika aku malas menuntut ilmu. Semoga kita bukan termasuk bagian dari pasangan yang kelak saling menunjuk dan menyalahkan di hadapan Allah. Aamiin.

Leave a Comment